Saturday, September 21, 2013

( CERPEN ) Cinta dan takdir tak pernah salah, yang salah adalah manusianya


Aku pangling melihat matanya, Mata yang berbinar seperti telaga yang membiaskan cahaya mentari, mata yang lebih indah dari pada pelangi, mata cokelat yang sangat lembut. Mata yang terlalu indah dan cantik untuk seorang pria.
Mata yang mampu menjamah batinku yang kering, menjamah tiap lekuk lekuk sanubariku, jiwaku terpesona. jantungku berdegup sangat cepat, hingga aku takut ia bisa merasakannya.
" DOOORRR..!! " Adelina mengagetkanku.
" Aduh pelan-pelan dong, kalo aku berusia 60 tahun kamu pasti kerepotan dengan serangan jantungku. " jawabku sewot
" Lah, kamukan baru berumur 55 jadi belum rawan serangan jantung. " ledeknya mencairkan suasana.
" Sialan. kalo umurku 55 berarti kamu 70, kan kamu lebih tua dari aku. " balasku memaki tak ingin kalah.
" Yukkk, Balik ke kelas ini sudah pergantian jam loh, entar pak Ahmad ngejewer kita lagi. " ucapnya mengingatkanku yang khalap akan pemandangan mempesona tadi.
" Iya, Kamu jalan duluan aja. " jawabku mengulur-ulur waktu.
" Terserah deh akukan udah ngingetin, Dadahhh. " Adelina melambaikan tangannya seraya melangkah menjauh meninggalkanku.

Aku hanya ingin menatap matanya beberapa detik lagi kok, jarang mendapatkan pemandangan seperti ini, buktinya sudah setahun sekolah disini aku baru melihat pria bermata indah itu.
" Pantaskah aku bersamanya? " pertanyaan itu seketika merambah benakku, walaupun aku sendiri sudah tau  jawabannya, tapi biarlah waktu yang menjawabnya.
Dengan berat hati, aku melangkahkan kaki menjauh darinya, menjauh dari pria bermata cokelat lembut itu, menjauh dari semua keindahan itu, menjauh dari sang kakak kelas berkulit putih dengan tubuh sedikit berisi tapi tak gemuk.
****

Sudah sejak di sekolah aku mengatur rencana tuk tidur lelap sepenginjakanku di kamar, namun yang ada sekarang hanyalah mata yang menerawang langit-langit putih kamarku.
Boneka beruang ungu berukuran sepanjang lenganku menjadi sasaran empuk amukan tanganku tuk dirangkul, dan hal bodoh yang kulakukan adalah berbicara dengan sang boneka.
Entahlah aku bukan tipe orang yang terbuka, aku lebih suka bercerita dengan boneka beruangku dibandingkan dengan sahabat atau orang tuaku. Bagiku tak ada yang bisa melukiskan sakit hatiku, tak ada seorangpun yang pantas mendengarkan ceritaku, tak ada satupun yang boleh tau kisah hidupku, itu yang telah tertanam diotakku sejak tiga tahun yang lalu. tepatnya beberapa bulan setelah ibuku menikah lagi.

" Pupple Teddy, kamu tau ngak. jika tuhan memberiku buku kisah perjalanan hidup yang harus kutulis sendiri, akan kutuliskan bahwa hari ini adalah hari yang paling membahagiakan dalam hidupku. bagaimana tidak? aku bertemu dengan seseorang yang lebih tampan dari Afgan Syahresa. Kau tau Teddy dia terlalu sempurna untukku, walaupun ku tau, dia pasti tidak pantas untukku. Teddy, kau mau tahu bagaimana rupanya? Matanya itu jauh lebih indah dari matamu, tubuhnya sempurna, rambutnya kriting tapi terlihat indah karena hair stylenya pas dengan wajahnya. hidungnya mancung tapi tak terlalu mancung, bibirnya sangat seksi. Teddy percaya kah kau. aku sangat ingin mencubit pipinya, menjambak rambutnya. aku sangat ingin melihatnya setiap hari. Teddy aku berniat ke perpustakaan lagi besok, aku berharap bertemu dengannya. "

***

" Hallo Teresha sayang... " suara ayah menyapaku diujung telephone
" Iya Ayah, Apakah ayah merindukanku? ayah kapan menengokku? " jawabku penuh suka cita.
" Ayah sedang sibuk di Kalimantan Teresha. Ayah sngat merindukanmu, jika kelak ayah ada waktu ayah akan menengokmu. bukannya kau telah memiliki ayah baru disana? " tanya ayah ramah.
" Sudahlah Ayah, ribuan ayah baru tak akan pernah bisa menggantikanmu. tak ada yang sepertimu. Kau tahu itukan. " jawabku tegas, Ayah hanya tak tahu seburuk apa ayah baruku.
" Ohh, Maaf sayang, Ayah sedang ada urusan disini, Sebentar ayah hubungi kamu lagi. "
" Iyaaa...A... " Ucapku terpotong kalimat ayah.
" Ayah lupa memberitahumu, Kau bersekolah di SMA Sandy Karsa Islam Semarangkan? " tanya ayah
" Kan Ayah yang daftarin aku disana, kok lupa? " sahutku kesal
" Maaf sayang, Ayahkan ngak punya biodata riwayat sekolah kamu. Ohh iya, ada anak teman ayah yang pindah kesana namanya Muhammad Ridwan Praditya, Aku berharap kau bisa mengajaknya berkeliling Semarang nantinya. "
" Apapun itu ayah, Asal ada ongkosnya. " ucapku penuh canda.
" Besok ayah kirim uang belanjamu. dadah sayang "
" Love you dad " salam mesrahku padanya. Sambungan telephone pun tertutup.
Sejak Ayah dan Ibu bercerai, ayah memutuskan untuk pindah kerja ke Kalimantan, katanya pendapatnya disana akan lebih menjamin dibandingkan Semarang. Entahlah aku tak mau ikut campur banyak masalah orang tuaku, Aku hanya akan ikut campur apabila uang jajanku kurang lancar.

***
KRRIIINGGGGG......
Bel istirahat telah berbunyi, entah kenapa yang kupikirkan hanyalah kursi panjang taman yang memang terletak berhadapan dengan perpustakaan. Aahh aku sangat berharap bisa mencuci mata saat ini.
Langkahku ringan dan riang menuju taman, dengan hati riang aku telah berharap bisa sekedar menatapnya. Sebuah novel dengan ketebalah 400 halaman sudah cukup untuk mengurangi rasa bosanku menantinya, dan bisa menjadi media untuk bertingkah jaim dihadapan seluruh siswa-siswi, bisa malukan ketahuan ngidolain kakak kelas sendiri.

Dua puluh menit...
Dua puluh lima menit...
Tiga puluh menit....

KRIIIIIIINNNNNGGGGGGGGGG....

Bel masuk telah berbunyi.
Penantianku berujung sia-sia. Langkahku gontai menuju kelas. Rasanya sangat mengecewakan. Hal paling bodohnya aku rela keroncongan. Aku menghiraukan rasa laparku untuk menanti orang yang sama sekali tak akan muncul. 
Selama pelajaran berlangsung, aku mengeluh kelaparan pada diriku sendiri.
Sangat Mengecewakan. aku kecewa dengan diriku sendiri. dengan kebodohanku.
Mencintai itu tak mudah.

" WOOI!!, Bengong terus, entar kesurupan baru tau rasa. " cerocos Adelina
" Iya mama, aku ngak bengong kok. " jawabku cuek.
" Eh, tadi ada cowo nyariin kamu, Katanya dia nyari Teresha. kalo ngak salah namanya Praditya Ridwan. " ungkap Adelina.
" Tunggu, namanya Ridwan Praditya atau Praditya Ridwan? " tanyaku keheranan, Adelina mulai menarik perhatianku atas obrolan terlarang ini, bagaimana tidak! Adelina dan aku sedang bercakap disaat pelajaran  berlangsung. Benar-benar adegan terlarang dan hanya bisa dilakukan oleh ahli. Sangat tidak patut ditiru dirumah.
" Sorry, Ridwan Praditya yang benernya. aku khilaf. Katanya dia anaknya temen pace kandung kamu. "  ungkapnya dengan suara naik satu oktaf
" Dia nitip pesen ngak? " tanyaku
" Ngak, Akukan bukan kantor pos! " cerocos Adelina dengan suara yang sangat memekakkan.

Dan terjadilah...
Aku dan Adelina dihukum membuat esai 10 puluh lembar, dan harus selesai sebelum besok.
Kali ini aku mulai berfikir bahwa aku bukan profesional dalam hal membangun ruang rumpi ditengah jam belajar. Ataukah karena telinga Bu Dian sangat tajam?. Entahlah semuanya rahasia Tuhan. Tugasku adalah menyelesaikan hukuman ini.

***

" Bocah, Ridwan P tadi datang ke kelas, nyariin kamu lagi, aku sampein aja kalo kamu lagi dikantin, so kayaknya dalam waktu kurang dari tiga menit dia bakalan ada dikantin buat nyariin kamu " pesan singkat Adelinaku baca dengan seksama.
" Nih, orang niat banget sih nyariin aku, jangan-jangan dibayar Ayah jadi bodyguardku di sekolah. kalo bener iya, aku bakalan mukul ayah habis-habisan kalau ketemu. Pasti Ridwan ini tubuhnya kekar. " ungkapku kesal dalam hati.

Mataku tiba-tiba terbelalak seketika. Tuhan, kemarin mungkin aku bisa kelaparan karena nungguin kakak kelas gantengku di perpustakaan, tapi sekarang? dia yang datang sendiri kehadapanku, yah walaupun tidak mungkin dia datang mencariku. Tapi setidaknya dia saat ini berada hanya beberapa jengkal dariku.
Minuman dalam genggamanku nyaris saja tumpah karena kehilangan kesadaran.

Mataku sibuk memperhatikan Kak Adini sang ketua Osis, berbicara dengan pria bermata cokelat itu. Seketika aku melupakan Ridwan yang sedang mencariku. Dan dalam beberapa detik Kak Andini menunjuk kearahku, Aku menengok kebelakang. Ternyata dibelakang berdiri tegap seorang kak Atri.
" Pasti yang kak Andini tunjuk kak Atri bukan aku. " tebakku dalam hati.
Ooohh Tuhan berarti sebentar lagi Kakak bermata cokelat lembut ini akan berjalan mengarahku, yah walaupun bukan untukku.
Ohh ia berjalan mendekat. Dan jantungku berdegup menjadi sangat kencang. aku sangat takut ia dapat mendengarnya.

Dia semakin dekat denganku, kini aroma tubuhnya dapat tercium olehku.

" Kamu Teresha? " suara serak membuyarkan khayalanku

JLEEEEEBBBBBB.....

Kau tau apa yang terjadi? kini Pria bermata indah itu ada dihadapanku, menatapku, berpapasan lama denganku, dan sekarang dia sedang bertanya padaku, yah bertanya tentang siapakah diriku.
Seketika air minumku terlepas dari genggaman.

***

Kurebahkan tubuhku diatas kasur, memeluk Purpple Teddy dengan mesrah, menceritakan semua kisah bahagia yang kualami hari ini. " Teddy kau ingin tahu siapa nama dari kakak bermata cokelat lembutku? namanya Ridwan Praditya. Kau ingin tahu siapa dia? Dia anak teman ayah!. Kau ingin tahu apa yang baru saja kami lalui sore ini?. Kami berkeliling Semarang. Teddy kau tahu apa yang kurasakan? Aku jatuh cinta. Hidup ini indah Teddy. Sangat Indah. Teddy aku Mencintaimu, tapi aku lebih mencintainya."

***

" Aku mencintaimu.. " kata-kata itu terlontar dari bibir pria bermata cokelat lembut itu, mata yang lebih indah dari pelangi, mata yang seindah telaga yang membiaskan cahaya mentari.

Sudah genap dua tahun aku mengenalnya. menjalin pertemanan hingga persahabatan. cekcok mulut, jambak-jambakan, keliling Semarang, bermain basket, Nonton Film, hingga terjebak hujan telah kami lalui bersama.
Rasa ini tumbuh begitu saja, tanpa dipaksa.

" Kau fikir dirimu siapa? Kau fikir kita pantas untuk bersama? Sadarkah kau? Kau hanyalah teman bagiku, tak lebih. Jangan bermimpi tuk bisa bersamaku. " seruku ditengah heningnya Restaurant kelas atas di Semarang. Tanganku melambaikan gelas berisi air kewajahnya.
Aku melangkah pergi meninggalkannya.
Segalanya.
Merusak semuanya.

***

Aku menghamburkan tubuhku yang berlinang air mata diruang tidurku. kupeluk Teddy seerat-eratnya. Aku hilang kendali dalam deraian airmata kulampiaskan semua sakit hatiku pada Teddy. Teddy kini tak berbentuk lagi, yang ada hanyalah gumpalan kapas putih dari dalam tubuh Teddy. Kurobek Teddy bagaikan segumpal kertas.
" Teddy maafkan aku, Kau tahu aku benar-benar kehilangan semuanya sekarang. Aku sangat mencintainya lebih dari apapun. Sangat. Sangat. Aku mencintainya lebih dari cintaku pada diriku sendiri. Aku kehilangan segalanya. Rasanya aku ingin mati dengan menenggelamkan diriku dalam Lautan Pasifik. Teddy kau tahu rasanya jadi diriku? Aku sudah tak diizinkan baahagia sejak awal pernikahan kedua Ibu. Awal derai air mataku. Kau ingat dimalam bulan kedua pernikahan mereka? saat ibu dan ayah tiriku debat mulut? ibu meninggalkan rumah seminggu, ayah tiriku pulang dalam keadaan mabuk hebat. Tak ada orang lain dirumah selain ayah dan aku. Dan kehancuranku dimulai tepat malam itu. Dimana makhluk bejad itu kehilangan pikirannya, masuk kekamarku, menguncinya dan kemudian memuaskan nafsunya. Sudah kukatakan Teddy, Pria bermata coklat lembut itu tak pantas bersamaku. Aku tak pantas untuknya yang terlalu sempurna "
"CINTA DAN TAKDIR TAK PERNAH SALAH DALAM KEHIDUPAN, JIKA ADA YANG HARUS DISALAHKAN JAWABANNYA ADALAH MANUSIANYA. MEREKA YANG MENGHANCURKAN TAKDIR DAN CINTA MEREKA"

No comments:

Post a Comment