Thursday, February 6, 2014

Romansa orang ketiga


Aku mencintai mu..
Lebih dari yang kau tahu sayang
Tapi,aku tak punya daya untuk membuatnya nyata.
Bukan karena aku tak mau,
Hanya saja kita berdua adalah orang ketiga dari hubungan kita.
Miris..
Namun,aku bahagia pernah mengagumi dan mencintaimu.

Sepucuk puisi tengah aku tatapi lekat seiring rasa rinduku yang menggebu. Bagaimana tidak, setelah sekian lama mencintai aku hanya sanggup memendam. Menyedihkan, tapi itulah kisah percintaanku. Yah,kalau tidak dihianati, cinta bertepuk sebelah tangan, atau apalah namanya yang penting tidak jauh dari kisah yang berbau penderitaan. Parahnya, aku mulai terbiasa dengan hidupku. Terlebih lagi saat aku menjadi orang ketiga dalam hubunganku kali ini. Apa aku salah mencintai dia hanya karena dia sudah dicintai orang lain?
            Berwaktu-waktu aku lalui dengan mencoba menjadi sosok sabar yang memahaminya. Mencoba menjadi seperti yang diinginkannya. Alih-alih menjadi sempurna tak tahunya malah krisis akan jati diri. Aku pikir hanya remaja yang mengalaminya, ternyata tidak. Aku gadis dengan paras memuaskan, cerdas, keibuan, ramah, dan idaman mertua berusia 23 tahun, toh..merasakannya juga. Malik, sosok yang aku kagumi itu, dewasa, ramah, bertanggung jawab, pemalu, rendah hati, dan fisik idaman kebanyakan wanita. Hampir dua tahun sudah Ia mewarnai hari-hariku. Layaknya merindukan bulan, itulah rasaku padanya. Entahlah, apa daya aku hanya orang ketiga dari hubungannya dengan Wilda. Memang Wilda juga sosok tenar pujaan pria kebanyakan. Tapi, aku tidak pangling jika ingin dibandingkan dengan dirinya. Tetapi, kenyataan berkata lain. Justru dialah yang menang dalam lakon protagonist kali ini.
            Seringkali saat aku menyaksikan sinetron, aku tidak pernah benci pada lakon antagonis film tersebut. Malahan aku iba pada sosok antagonis sekaligus kagum akan kegigihannya mempertahankan ke-antagonisan peran mereka. Ibarat menonton diriku dalam tiap ceritanya. Tak ada satu pun orang yang menganggap orang ketiga dalam percintaan sebagai sosok yang patut untuk dikasihani ataupun untuk diberi perhatian lebih. Mereka hanya mengharap akhir cerita indah, dimana sang putri hidup bahagia bersama pangeran, selamanya..
            Tidak ada yang ingin jalan hidupnya hanya menjadi sisi sudut yang hanya akan didatangi saat orang tersebut ingin mojok. Coba bandingkan dengan sisi terang ruang tamu atau ruang keluarga, penuh perhatian agar penghuninya nyaman. Itulah aku, aku dan masa-masa beratku. Entah mengapa Tuhan mempertemukan kami saat kami tengah memiliki pasangan? Hebohnya lagi, kami memang saling mencintai dari awal. Aku cinta dia dan dia cinta aku jauh sebelum kami bertemu pasangan kami masing-masing. Tapi, waktu tak menyatukan kami saat itu. Nanti setelah kami ingin setia pada satu pasangan, dan waktu menyatukan kami. Menyatukan hati yang tak bisa untuk memilih lagi. Perih rasanya memang,tapi itulah kenyataan.
            “ Aku baru tahu jika kau memendam rasa padaku” saat aku memulai pembicaraan.
            “ Aku sadar suatu saat kau akan tahu perasaanku. Tetapi kau bersama Ifan!” balas Malik padaku.
            “ Mengapa saat aku telah memilih Irfan menjadi malaikat hatiku baru kau membiarkan waktu menyampaikannya padaku?”
            “ Enggan..Aku..Hanya saja..entahlah..” sambil Malik menghela nafasnya.
            “ Apakah karena kau telah bersama Wilda?”
            “ Bukan..sungguh..Kupikir kau telah ada yang memiliki.”
            “ Bodoh..!! Aku menyukaimu…” entah mengapa air liurku tertelan dan menyumbat kerongkonganku.
            Kami larut dalam suasana hening pedesaan. Tiba-tiba Malik membuka bicara.
            “ Beberapa hari lagi kita akan kembali ke nuansa hidup masing-masing. Liburan kita akan usai. Petualangan cinta kita akan usai juga. Dan asal Kau tahu, Aku mengagumimu jauh sebelum aku bertemu Wilda. Hanya saja aku pikir…..kau milik seseorang….sudahlah, kini kau memang milik seseorang, Irfan. Entah siapa yang beruntung memiliki siapa.”
            “…” aku hanya bisa tertunduk bingung.
            Hari baru, kini aku benar-benar telah sendiri tanpa Irfan tentunya. Mencoba menikmati anugerah sang waktu. Teringat tentangnya, apakah Ia masih bersama Wilda, bodoh amat! Aku tak ingin dipecundangi sekali lagi oleh sang waktu. Cukup lelah aku menjadi orang ketiga antara Ia dan Wilda. Cukup jahat pula aku mengorbankan rasa sayangku pada Irfan, hanya karena aku yang tidak bisa menentukan pilihan. Aku takut untuk kecewa karena memilih orang yang salah. Dan pada akhirnya akulah orang yang tidak tepat untuk Irfan. Terima kasih karena telah mencintaiku. Terima kasih karena telah menaruhku pada salah satu lembar hidupmu yang aku sendiri tak tahu apakah itu lembar hitam yang tak ingin kau kenang, atau lembar berkilau yang kau jadikan pelajaran. Satu hal yang pasti aku selalu berusaha mencintai Irfan. Namun rasaku tumbuh bersama satu nama, Malik.
            Aku masih menyimpan rasaku rapat-rapat untuknya. Berharap Ia sempat menengok dan membuatku jatuh cinta untuk kesekian kalinya. Namun, nampaknya aku hanya bisa menjadi orang ketiga untuknya. Akankah Ia tahu cintaku ini. Bukan tahu, tapi mengerti!

            Dinda, aku mengagumi sejak pertama bertemu. Hanya saja, kau terlalu sempurna untukku. Kupikir tadinya kau milik seseorang. Tapi, dentang waktu mengatakan lain. Teman dekatku yang tak kuduga bisa memilikimu secara sempurna, Irfan. Kupikir Ia tak tertarik denganmu. Dugaanku salah! Aku mulai berhati-hati dalam menduga. Tahukah kau, aku pernah sakit karena wanita. Ia pergi meninggalkanku dengan menikah bersama orang lain. Dan aku masih terjebak pada romantika cintaku dan dia. Aku pun menjadi orang ketiga. Namun, saat menemukan sosok mu, kupikir ini waktu tepat melepas prosa panjang aku dan Debie. Ternyata salah..aku malah tunduk pada besarnya rasa engganku untuk memulai menunjukkan jika aku mencintaimu.
            Sekarang aku bermain bersama sosok yang juga salah, Wilda. Nyatanya, Ia juga milik seseorang, tahukah Kau aku pun sama dengan dirimu. Tenggelam dalam romansa orang ketiga. Aku tahu rasanya menjadi dirimu, aku tak mau kau merasakannya. Untuk itu, ku pinta Kau menjauh, sejauh mungkin..agar hanya aku yang mengukir romansa orang ketiga itu. Sempat terlintas mengapa kita tak merajut kasih agar tak ada lagi romansa orang ketiga dihidup kita. Tapi aku terlalu takut untuk menyatakannya. Terlalu pengecut untuk menunjukkannya. Terlalu munafik untuk mengakuinya. Bahkan terlalu lekong untuk memilikimu. Akh..aku benci romansa orang ketiga. Jika kita bertemu disuatu waktu maka tak akan ku lepas Kau. Itupun jika sang waktu mengijinkan. Kini aku tengah hidup dengan pilihan jalanku. Mencintaimu dari sudut dan sisiku, tanpa pernah bisa menjadikanmu nyata untuk aku peluk kala hujan itu membasahiku. Iya, aku selalu ingat dengan hujan. Karena kau, aku mengerti nikmtnya dingin terguyur hujan. Selama ini hanya menggigil badan ini tatkala berlari di bawah hujan. Kali ini, ada kesejukan tatkala berlari di bawah hujan walaupun ada air mata yang mengalir deras diselanya.
            Dinda, ku mohon pahamilah aku. Jika aku tak sempat memilikimu. Aku bahagia, jauh lebih bahagia disbanding Irfan. Karena aku tahu cinta itu tumbuh bersama namaku. Tidak seperti cintamu pada Irfan yang sengaja kau tumbuhkan, bukan tumbuh karena terbiasa. Bisakah kau percaya pada pecundang sepertiku? Ku titip doa pada Tuhan, biarkan kami berbicara cinta dengan bahasa kami. Tak butuh bahasa yang kaku dan formal. Seperti saat kita terjebak hujan, that’s a moment for us. Tak sadarkah Kau, kita berbicara dalam lisan yang tak terpahami. Melalui rembesan hujan pada tanah yang patuh menampung derasnya air memaksa masuk ke pori mereka kita bercerita tentang rasa KAU DAN AKU. Aku rindu Kau Dinda..bisakah aku memetikan perasaan ini. Suatu hari akan aku sampaikan jika aku menyayangimu, walaupun di alam yang berbeda.
            Kami benci romansa orang ketiga. 


No comments:

Post a Comment